Beberapa waktu lalu di grup whatsapp suatu instansi terdapat seseorang menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya. Beberapa teman lain berkomentar seolah-olah mendukung berita tersebut. Di grup yang lain, juga terjadi diskusi terkait konten tersebut yang beberapa orang mengatakan berita tersebut selayaknya diklarifikasi dulu, tidak asal disebar di grup kantor. Sebab apabila ada pihak yang tidak terima, bisa berujung pada UU ITE.
Masih hangat di benak publik seorang ASN yang dilaporkan ormas terkait ujaran kebencian. Kejadian tersebut setidaknya perlu diambil hikmahnya. Terutama untuk hati-hati dalam berkomentar. Mengingat debat di dunia maya melalui perang kata-kata bisa membawa pada serangan yang membabi buta, yang justru malah memancing kata-kata tak terduga.
Ingat bahwa informasi yang diperdebatkan belum tentu benar. Terkadang sebagian orang sibuk meributkan persoalan atau isu yang dianggap benar padahal bisa jadi itu hoax. Masih hangat tentunya terkait berbagai hoax yang menyertai pandemi Covid-19.
Pada waktu itu, masyarakat dihadapkan pada situasi begitu banyaknya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai berita bohong atau hoax mengiringi perjalanan Covid-19 dari awal bahkan hingga saat ini. Saat vaksin digalakkan ada sebagian pihak yang menyebarkan informasi vaksin Covid-19 mengandung microchips, vaksin memiliki efek samping terhadap kelamin pria, dan berbagai hoax lainnya.
Mungkin diantara kita atau teman dekat kita pernah mempercayai dan atau ikut menyebarkan berbagi hoax. Hoax tersebut tersebar melalui berbagai media sosial maupun instant messenger. Hoax tersebut berdampak pada informasi dan pemahaman masyarakat. Sehingga hoax menjadi kendala dalam percepatan vaksinasi di berbagai daerah.
Banyaknya hoax bisa dimaknai sebagai bagian dari post truth. Apa itu post truth? Menurut McIntyre (2018) menjelaskan post truth adalah saat dimana “fakta alternatif” menggantikan fakta aktual, dan perasaan lebih berbobot daripada bukti. Istilah post truth muncul pada 1992 oleh Steve Tesich dalam tulisan berjudul The Government of Lies. Pada tulisan tersebut, penulis menyatakan keprihatinan terhadap Perang Teluk dan berbagai kejadian di Amerika.